Sabtu, 21 Januari 2012

Teori Kontruktivisme

BAB I
PENDAHULUAN

            1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang begitu pesat pada era globalisasi, membawa perubahan yang sangat radikal. Perubahan itu telah berdampak pada setiap aspek kehidupan, termasuk pada system pendidikan dan pembelajaran. Dampak dari perubahan yang luar biasa itu terbentuknya suatu ‘komunitas global’, lebih parah lagi karena komunitas global itu ternyata tiba jauh lebih cepat dari yang diperhitungkan, yaitu : revolusi informasi telah menghadirkan dunia baru yang benar-benar sangan realita.
Akibat dari perubahan yang begitu cepatnya, manusia tidak biasa lagi hanya bergantung pada seperangkat nilai, keyakinan, dan pola aktivitas sosial yang konstan. Manusia dipaksa secara berkelanjutan untuk menilai kembali posisi sehubungan dengan factor-faktor tersebut dalam rangka membangun sebuah konstruksi sosial-personal yang mungkin atau yang tampak memungkinkan.
Degeng (1998) menyatakan bahwa kita telah memasuki era kesemrawutan. Era kesemrawutan tidak dapat dijawab dengan paradigma keteraturan, kepastian, dan ketertiban. Era kesemrawutan harus dijawab dengan paradigma kesemrawutan. Era kesemrawutan ini dilandasi oleh teori dan konsep konstruktivistik, suatu teori pembelajaran yang kini banyak dianut di kalangan pendidikan di AS.
Unsur terpenting dalam konstruktivistik adalah kebebasan dan keberagaman. Kebebasan yang dimaksud ialah kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukan oleh orang yang belajar, dan Keberagaman yang dimaksud adalah orang yang belajar menyadari bahwa individunya berbeda dengan orang / kelompok lain, dan orang / kelompok lain berbeda dengan individunya.
Banyak teori belajar yang telah didesain Seperti halnya behaviorisme dan kognitivisme, konstruktivisme dapat diterapkan dalam berbagai aktivitas belajar baik pada ilmu-ilmu social maupun ilmu eksakta.


1.2  Tujuan
1.    Untuk membantu memahami proses belajar
2.    Memahami kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar, ataupun sebaliknya menghambat dalam proses belajar
3.    Memungkinkan melakukan prediksi yang akurat tentang hasil yang diharapkan dari aktifitas belajar
4.    Merupakan sumber hipotesis / dugaan tentang proses belajar
5.    Dapat meningkatkan profesionalisme sebagai guru
6.    Untuk memahami tentang teori dari model pembelajaran yang dibahas.
7.    Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
8.    Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
9.    Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
      10. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

1.3 Karakteristik
Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia.
Vygostsky adalah seorang sarjana Hukum,tamat dari Universitas Moskow pada tahun 1917, kemudian beliau melanjutkan studi dalam bidang filsafat,psikologi, dan sastra pada fakultas Psikologi Universitas Moskow dan menyelesaikan studinya pada tahun 1925 Dengan judul disertasi “The Psychology of Art”. Dengan latar belakang ilmu yang demikian banyak memberikan inspirasi pada pengembangan teknologi pembelajaran, bahasa, psikology pendidikan, dan berbagai teori pembelajaran. Vygotsky wafat pada tahun 1934. Vygotsky menulis di Uni Sofiet selama sepuluh tahun dari tahun 1920-1930. Karya Vygotsky baru dipublikasikan didunia barat pada Tahun 1960an. Sejak saat itulah,tulisan-tulisannya menjadi sangat berpengaruh didunia.
       



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kajian Teori
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Teori konstruktivisme lahir dari idea Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme adalah satu faham bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berasaskan pengetahuan dan pengalaman sedia ada. Dalam Proses ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan sedia ada untuk membina pengetahuan baru. Briner (1999), pembelajaran secara konstruktivisme berlaku di mana siswa membina pengetahuan dengan menguji ide dan pendekatan berasaskan pengetahuan dan pengalaman sedia ada, mengimplikasikannya pada satu situasi baru dan mengintegerasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan binaan intelektual yang sedia wujud. Manakala mengikut Mc Brien dan Brandt (1997), konstruktivisme adalah satu pendekatan pembelajaran berasaskan kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar.
Kebanyakan peneliti berpendapat setiap individu membina pengetahuan dan bukannya hanya menerima pengetahuan daripada orang lain. Ide dalam teori ini, siswa aktif membangun pengetahuannya sendiri. Pikiran siswa dianggap sebagai mediator yang menerima kemasukan dari dunia luar dan menentukan apa akan dipelajari. Menurut Soedjadi, pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran adalah pendekatan di mana siswa secara individual menemukan dan mengubah informasi yang kompleks, memeriksa dengan aturan yang ada dan memeriksa kembali jika perlu. Selain itu, Bell (1993) mengemukakan fahaman konstruktivisme memandang siswa datang ke bilik darjah membawa persiapan mental dan kognitifnya. Artinya, siswa yang datang ke bilik darjah sudah memiliki konsep awal dari bahan yang akan disiswai, karena mereka mempunyai potensi untuk pembelajaran mandiri terlebih dahulu dari sumber yang ada atau dari pengalaman dalam persekitaran kehidupannya. Brooks dan Books (1993) pula menyatakan konstruktivisme berlaku apabila siswa membina makna tentang dunia dengan mensintesis pengalaman baru pada apa yang mereka telah fahami sebelum ini. Mereka akan membentuk peraturan melalui cerminan tentang  tindak balasan mereka dengan objek dan idea. Oleh yang demikian, dapatlah dirumuskan secara keseluruhannya pengertian atau maksud pembelajaran secara konstruktivisme adalah pembelajaran yang berpusatkan pada siswa. Guru berperanan sebagai penghubung yang membantu siswa membina pengetahuan dan menyelesaikan masalah. Guru berperanan sebagai pereka bentuk bahan pembelajaran yang menyediakan peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru. dengan sifat asas pengetahuan tersebut. Pengetahuan yang dimiliki  siswa adalah hasil daripada aktivitas yang dilakukan oleh siswa tersebut dan bukannya pembelajaran yang diterima secara pasif.
Antara kelebihan pembelajaran secara konstruktivisme yang boleh dikaitkan dengan pembelajaran koperatif adalah menerusi proses berfikir. Dalam proses membina pengetahuan baru,. Antara aktivitas yang boleh dimanfaatkan dari pembelajaran koperatif ialah melalui aktivitas membuat penelitian dan penyiasatan seperti mengenal pasti masalah, mengumpul informasi, memproses data, membuat analisis dan membuat kesimpulan.
Dalam membentuk kefahaman siswa, pembelajaran secara pembelajaran koperatif juga boleh digunakan untuk siswa faham tentang sesuatu konsep dan idea yang lebih jelas, apabila mereka terlibat secara langsung dalam pembinaan pengetahuan baru.

2.2       Teori Belajar
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.  Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Nur, 1998).
Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).
Menurut pendapat Vygotsky bahwa, proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana dan lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan, guru atau orang dewasa. Dengan hadirnya teori konstruktivisme Vygotsky, banyak pemerhati pendidikan yang megembangkan model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran peer interaction, model pembelajaran kelompok, dan model pembelajaran problem poshing.
Vygotsky adalah salah seorang tokoh konstrutivisme. Hal terpenting dari teorinya adalah pentingnya interaksi antara aspek internal dan eksternal pembelajaran dengan menekankan aspek lingkungan sosial pembelajaran.
Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu:
1.     Pembelajaran sosial (social leaning). Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap;
2.     ZPD (zone of proximal development). siswa tidak memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya (peer).
3.     Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticeship). Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai;
4.     Pembelajaran Termediasi (mediated learning). Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa.
Tujuan teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses perkembangan intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang menjadi seorang individu yang dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis-hipotesis.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu :
1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf;
2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya;
3) interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social, dan
4) ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Piaget mengemukakan bahwa ada 4 aspek yang besar yang ada hubungannya dengan    perkembangan kognitif :
a. Pendewasaaan/kematangan, merupakan pengembanagn dari susunan syaraf.
b. Pengalaman fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-benda dan stimulus-stimulus dalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap benda-benda itu.
c. Interaksi sosial, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu
d. Keseimbangan, adalah suatu system pengaturan sendiri yang bekerja untuk menyelesaikan peranan pendewasaan, penglaman fisis, dan interaksi sosial.
Vigotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu :
·         siswa mencapai keberhasilan dengan baik,
·         siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan,
·         siswa gagal meraih keberhasilan.
Piaget mengemukakan penahapan dalam perkembangan intelektual anak yang dibagi ke dalam empat periode, yaitu :
  • Periode sensori-motor ( 0 – 2,0 tahun )
  • Periode pra-operasional (2,0 – 7,0 tahun )
  • Periode operasional konkret ( 7,0 – 11,0 tahun )
  • Periode opersional formal ( 11,0 – dewasa )
Ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan kognitif adalah :
·         Menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang dimiliki siswa.
·         Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar.
·         Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistic dan relevan.
·         Mengintegrasikan pembelajaran.
·         Memanfaatkan berbagai media.
·         Melibatkan siswa secara emosional dan social
 2.3 Hubungan kontruktivisme dengan teori belajar
Selama 20 tahun terakhir ini konstruktivisme telah banyak mempengaruhi pendidikan Sains dan Matematika di banyak negara Amerika, Eropa, dan Australia. Inti teori ini berkaitan dengan beberapa teori belajar seperti teori Perubahan Konsep, Teori Belajar Bermakna dan Ausuble, dan Teori Skema.
2.4 beberapa prinsip konstruktivisme
1.    Belajar adalah mencari makna. Karena itu, pembelajaran harus dimulai dengan isu-isu sekitar yang siswa secara aktif berusaha untuk membangun makna. bahwa belajar bukanlah penerimaan pasif dari pengetahuan yang ada "di luar sana" tetapi bahwa pembelajaran melibatkan pembelajar terlibat dengan dunia.
2.    Arti membutuhkan pemahaman keutuhan serta bagian. Dan bagian harus dipahami dalam konteks keutuhan. Oleh karena itu, proses pembelajaran berfokus pada konsep utama, bukan fakta terisolasi.
3.    Untuk mengajar dengan baik, kita harus memahami model mental yang digunakan siswa untuk melihat dunia dan asumsi yang mereka buat untuk mendukung model-model.
4.    Tujuan pembelajaran adalah untuk seorang individu untuk membangun makna sendiri, bukan hanya menghafal "benar" jawaban dan memuntahkan orang lain makna. Karena pendidikan secara inheren interdisipliner, satu-satunya cara yang berharga untuk mengukur belajar adalah untuk membuat bagian penilaian proses belajar, memastikan memberikan siswa dengan informasi tentang kualitas pembelajaran mereka.
5.    Belajar melibatkan bahasa: bahasa yang kita gunakan pengaruh belajar. Pada tingkat empiris. peneliti telah mencatat bahwa orang berbicara sendiri ketika mereka belajar. Pada tingkat yang lebih umum. ada koleksi argumen, yang disajikan sangat tegas oleh Vigotsky, bahasa itu dan belajar erat terkait.
6.    Tindakan penting makna membangun mental: itu terjadi dalam pikiran. tindakan fisik, pengalaman mungkin diperlukan untuk belajar, terutama untuk anak-anak, tetapi tidak cukup, kita perlu memberikan kegiatan yang melibatkan pikiran serta hands.9 (Dewey disebut kegiatan reflektif.)
7.    Dibutuhkan waktu untuk belajar: belajar tidak seketika. Untuk signifikan belajar kita perlu meninjau kembali ide-ide, merenungkannya mencobanya, bermain dengan mereka dan menggunakannya. Ini tidak dapat terjadi dalam 5-10 menit biasanya dihabiskan di galeri (dan tentu saja tidak dalam beberapa detik biasanya menghabiskan merenungkan suatu objek museum tunggal.) Jika Anda merenungkan apa yang telah Anda pelajari, Anda segera menyadari bahwa itu adalah produk dari berulang eksposur dan berpikir. terutama, saat-saat wawasan yang mendalam, dapat ditelusuri kembali ke masa lagi persiapan.
8.    Motivasi adalah komponen kunci dalam belajar. Bukan hanya karena kasus yang membantu motivasi belajar, adalah penting untuk belajar. Ini ide motivasi mencakup pemahaman tentang cara-cara di mana pengetahuan tersebut dapat digunakan. Kecuali kita tahu "alasan mengapa", kita tidak mungkin sangat terlibat dalam menggunakan pengetahuan yang mungkin ditanamkan dalam diri kita.
9.    Belajar adalah kontekstual: kita tidak belajar fakta-fakta terisolasi dan teori-teori dalam beberapa tanah halus abstrak dari pikiran yang terpisah dari sisa hidup kita: kita belajar dalam hubungan dengan apa lagi kita tahu, apa yang kita yakini, prasangka kita dan ketakutan kita. Pada refleksi, menjadi jelas bahwa titik ini sebenarnya adalah akibat wajar dari gagasan bahwa belajar adalah aktif dan sosial. Kita tidak bisa bercerai kita belajar dari kehidupan kita.
10. Belajar adalah suatu kegiatan sosil: pembelajaran kita berkaitan erat dengan hubungan kita dengan manusia lain, guru kami, rekan kita, keluarga kami serta kenalan santai, termasuk orang-orang sebelum kita atau di samping kami di pameran. Kita lebih mungkin berhasil dalam usaha kita untuk mendidik jika kita mengakui prinsip ini daripada mencoba untuk menghindarinya.


2.5 Paradigma

Sebagai filosofi pembelajaran, konstruktivisme dapat ditelusuri ke abad ke delapan belas dan pekerjaan filsuf Giambattista Vico, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengerti hanya apa yang telah mereka sendiri dibangun. Sebuah banyak filsuf besar dan ahli pendidikan telah bekerja dengan ide-ide ini, tetapi sezaman besar pertama untuk mengembangkan ide yang jelas tentang apa konstruktivisme terdiri di adalah Jean Piaget dan John Dewey, untuk menyebutkan beberapa. Bagian dari diskusi yang terjadi kemudian bergulat dengan prinsip utama filsafat mereka, dengan maksud untuk mencurahkan cahaya pada konstruktivisme dan kontribusi vital untuk belajar., dikatakan bahwa konstruktivisme mengambil perspektif interdisipliner, karena ia menarik pada keragaman teori-teori pendidikan psikologis, sosiologis, filosofis, dan kritis. Dalam pandangan ini, konstruktivisme adalah teori menyeluruh yang tidak berniat untuk menghancurkan tapi untuk merekonstruksi masa lalu dan saat mengajar dan teori pembelajaran, yang keprihatinan berbaring di shedding cahaya pada peserta didik sebagai agen penting dalam proses pembelajaran, bukan di dalam merebut daya dari guru.
Dalam paradigma konstruktivis, aksen adalah pada pelajar bukan guru. Ini adalah pembelajar yang berinteraksi dengan lingkungannya dan dengan demikian keuntungan pemahaman tentang fitur-fiturnya dan karakteristik. Pelajar conceptualizations membangun sendiri dan menemukan solusi sendiri untuk masalah, menguasai otonomi dan kemerdekaan. Menurut konstruktivisme, belajar adalah hasil konstruksi mental individu, dimana peserta didik belajar berkat dari pencocokan baru terhadap informasi yang diberikan dan membangun hubungan bermakna, bukan oleh internalisasi factoids hanya akan regurgitated di kemudian hari. Dalam pemikiran konstruktivis, belajar adalah inescapably dipengaruhi oleh konteks dan keyakinan dan sikap dari peserta didik. Di sini, peserta didik diberikan kebebasan lebih untuk menjadi pemecah masalah yang efektif, mengidentifikasi dan mengevaluasi permasalahan, serta menguraikan cara-cara untuk mentransfer mereka belajar untuk masalah ini.

Jika seorang siswa mampu melakukan dalam situasi pemecahan masalah, pembelajaran bermakna maka harus terjadi karena ia telah membangun sebuah interpretasi bagaimana segala sesuatu bekerja menggunakan struktur yang telah ada sebelumnya. Ini adalah teori Konstruktivisme belakang. Dengan membuat sebuah interpretasi pribadi ide eksternal dan pengalaman, konstruktivisme memungkinkan siswa kemampuan untuk memahami bagaimana ide-ide dapat berhubungan satu sama lain dan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya (Janet Drapikowski, komunikasi pribadi).
Untuk membangun pengetahuan sebelumnya dan mengerti bagaimana untuk membangun baru pengetahuan dari pengalaman otentik-view tentu sesuai dengan pengalaman belajar Rogers '(Rogers, 1969, 1994). Salah satu eksponen dari pengalaman-belajar prinsip-prinsip yang erat terkait dengan, dan kongruen dengan, orang-orang dari konstruktivisme-membuat perbedaan antara belajar kognitif, yang dianggap cabul, dan pengalaman belajar, yang dianggap signifikan. Baginya, kualitas pengalaman belajar meliputi :
keterlibatan pribadi, pelajar-inisiasi, evaluasi oleh pelajar, dan meluas efek pada pelajar.
 2.6 Ciri-ciri pembelajaran secara kontruktivisme :
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah
  1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenar
  2. Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
  3. Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan murid
  4. Mengambilkira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide
  5. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid
  6. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
  7. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
  8. Menggalakkan proses inkuiri murid mel alui kajian dan eksperimen.
  9. pendekatan humanistik Rogers 'untuk belajar juga kondusif untuk perubahan pribadi dan pertumbuhan, dan dapat memfasilitasi pembelajaran, asalkan siswa berpartisipasi sepenuhnya dalam proses pembelajaran dan memiliki kontrol atas sifat dan arah; itu terutama didasarkan pada konfrontasi langsung dengan praktis, sosial , masalah pribadi atau penelitian, dan, evaluasi-diri adalah metode utama untuk menilai kemajuan atau keberhasilan.’
2.7 Dampak Belajar Konstruktivisme
            Kurikulum-Constructivism panggilan untuk penghapusan kurikulum standar. Sebaliknya, mempromosikan menggunakan kurikulum yang disesuaikan dengan pengetahuan awal siswa. Juga, menekankan tangan-pada pemecahan masalah.
Instruksi-bawah teori konstruktivisme, pendidik fokus pada membuat koneksi antara fakta dan mendorong pemahaman baru pada siswa instruktur menyesuaikan strategi mereka mengajar untuk respon siswa dan mendorong siswa untuk menganalisis, menafsirkan, dan memprediksi informasi. Guru juga sangat bergantung pada pertanyaan-pertanyaan terbuka dan mendorong dialog yang luas di kalangan siswa.
Penilaian-Constructivism panggilan untuk penghapusan nilai dan pengujian standar. Sebaliknya, penilaian menjadi bagian dari proses pembelajaran agar siswa memainkan peran lebih besar
Teori Belajar Konstruktivis. Teori ini menyatakan bahwa belajar adalah sebuah proses aktif menciptakan makna dari pengalaman yang berbeda. Dengan kata lain, siswa akan belajar paling baik dengan dengan mencoba untuk memahami sesuatu pada mereka sendiri dengan guru sebagai panduan untuk membantu mereka di sepanjang jalan.

2.8 KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI KONSTRUTIVISME
1. Kelebihan
  1. Berfikir dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
  2. Faham. Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
  3. Ingat. Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
  4. Kemahiran sosial. Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
  5. Seronok. Oleh karena mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.
2. Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulannya pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang berasaskan Konstruktivisme akan memberi peluang kepada guru untuk memilih kaidah pengajaran dan pembelajaran yang sesuai dan murid dapat menentukan sendiri masa yang diperlukan untuk memperoleh suatu konsep atau pengetahuan. Disamping itu, guru dapat membuat penilaian sendiri dan menilai kefahamannya tentang sesuatu bidang pengetahuan dapat ditingkatkan lagi. Selain itu, beban guru sebagi pengajar akan berkurangan di mana guru lebih bertindak sebagai pemudahcara atau fasilitator.
Pembelajaran secara Konstruktivisme berdasarkan beberapa pandangan baru tentang ilmu pengetahuan dan bagaimana boleh diperolehi ilmu tersebut. Pembentukan pengetahuan baru lahir daripada gabungan pembelajaran terlebih dahulu. Pembelajaran ini menggalakkan murid mencipta penyelesaian mereka sendiri dan menguji dengan menggunakan hippotesishipotesis dan idea-idea baru. Pandangan ini bertolak daripada teori pembelajaran daripada Behaviorisme kepada Kognitivisme dan seterusnya Konstruktivisme. Ciri teori tersebut ditunjukkan seperti di bawah:
Behaviorisme
Kontruksivisme
Kognitivisme
§  Menekankan Tingkah laku
§  dihentikan melalui ganjaran
§  Pengajaran berdasarkan objektif perlakuan boleh diukur
§  Pengetahuan sedia ada dan perubahan yang berlaku dalam minda tidak perlu
diambil tahu
§  Pengetahuan dibina sendiri oleh murid secara aktif berdasarkan pengetahuan sedia ada
§  Semua idea dan imej dalam minda individu diw akili melalui skema
·         Jika maklumat baru secocok, diterima. Jika tidak maklumat diolah atau dibuat pengubahsuaian skema

3.2 Kritik dan Saran
Kritik & Saran untuk Mengajar dengan Teori Belajar Konstruktivis :
1.    Mendorong dan menerima otonomi dan inisiatif siswa.
2.    Cobalah untuk menggunakan data mentah dan sumber utama, di samping bahan manipulatif, interaktif, dan fisik.
3.    Ketika menugaskan tugas kepada siswa, menggunakan istilah kognitif seperti "mengklasifikasikan", "menganalisa," "memprediksi," dan "membuat.”
4.    Membangun off dan menggunakan respon siswa ketika membuat "on-the-spot" keputusan tentang perilaku guru, strategi pembelajaran, kegiatan, dan konten yang akan diajarkan.
5.    Pemahaman siswa keluar Search 'dan pengalaman sebelumnya tentang suatu konsep sebelum mengajarkannya kepada mereka.
6.    Mendorong komunikasi antara guru dan siswa dan juga antara siswa.
7.    Mendorong siswa berpikir kritis dan penyelidikan dengan meminta mereka bijaksana, pertanyaan terbuka, dan mendorong mereka untuk mengajukan pertanyaan satu sama lain.
8.    Masukkan siswa dalam situasi yang mungkin menantang konsepsi mereka sebelumnya dan yang akan menciptakan kontradiksi yang akan mendorong diskusi.
9.    Pastikan menunggu cukup lama setelah berpose pertanyaan sehingga siswa memiliki waktu untuk berpikir tentang jawaban mereka dan dapat merespon merenung.
10. Sediakan waktu yang cukup bagi siswa untuk membangun makna mereka sendiri ketika belajar sesuatu yang baru.



DAFTAR PUSTAKA

Abied. 2010. Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky dalam Pembelajaran Matematika. Dalam http:// www.scribd.com/Teori-Belajar-Konstruktivisme-Vygotsky-Dalam-Pembelajaran. 20 Maret 2010
Rate. 2010. Teori Konstruktivisme dalam Cooperative Learning. Dalam http:// bazz75catur. wordpress.com /2010/12/09/teori-konstruktivisme-dalam-cooperative-learning. 9 Desember 2010.
http://www.educationau.edu.au/archives/cp/04f.htm)

http:// www.scribd.com/Teori-Belajar-Konstruktivisme-jean piaget Dalam-Pembelajaran

by : Abdul Malik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar